Hampir semua bangsa berhadapan dengan masalah korupsi. Korupsi sudah ada sejak zaman peradaban Mesir Kuno, Ibrani, Babilonia, Yunani kuno, Cina, Romawi Kuno dan juga di negara-begara Barat (Eropa dan Amerika).
Perilaku korup telah mencapai puncak kesempurnaannya sejak sekitar tahun 1200 SM . Saat itu, Hammurabi dari Babilonia yang baru menaiki tahta kekuasaanya, memerintahkan kepada seorang gubernur untuk menyelidiki penggelapan yang melibatkan pegawai pemerintahan di bawahnya. Hammurabi mengancam para pejabat di bawahnya dengan hukuman mati. Di India Kuno korupsi juga merajalela.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sedangkan Korupsi menurut Black’s Law Dictionary, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, pelaku korupsi (koruptor) adalah Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara dan setiap orang atau korporasi yang berpotensi merugikan keuangan Negara.
Banyaknya alumnus atau kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang terbukti melakukan atau setidaknya tersangkut korupsi, sebetulnya tidak ada kaitan langsung dengan kedudukan HMI sebagai sebuah organisasi keislaman dan mahasiswa. Apalagi jika dikaitkan dengan definisi-definisi tersebut di atas. Hal ini dipertegas dengan tujuan HMI itu sendiri, yakni untuk membina mahasiswa Islam menjadi insan Ulil Albab, yang turut bertanggung jawab terhadap terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
Adanya alumnus HMI yang sudah berkecimpung dalam penyelenggaraan Negara (menjadi pejabat, dll), dan lalu terlibat dalam perbuatan korupsi, sebenarnya tak lepas dari moral pribadi alumnus tersebut. Namun secara moral, ia telah mencederai nila-nilai ke-HMI-an. Sebab kader HMI merupakan kader umat yang senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar kapan pun dan di mana pun ia berada.
Alumni HMI dan Kehancuran Bangsa
Sering terdengar adagium yang menyebutkan bahwa Hancurnya Negara ini karena HMI. Ini adalah sebuah sindiran tajam, mengingat banyaknya kader dan alumnus HMI yang mengisi berbagai lini kenegaraan dan berbanding lurus dengan runyamnya kondisi bangsa. Konon, di DPR RI, lebih dari 50 persen anggotanya adalah alumnus HMI. Dan kita lihat, banyak berbagai produk legislatif yang isinya mengkhianati nilai-nilai Islam dan ke-HMI-an, serta mengakibatkan kesengsaraan rakyat (UU Ketenagakerjaan, UU PT, UU Migas, dll). Demikian pula dengan kasus korupsi. Tak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali alumni HMI yang tersangkut masalah korupsi dan divonis bersalah. Adagium di atas seakan memang menunjukkan kenyataan.
Kepala daerah, dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, yang juga kebanyakan alumnus HMI, tak sedikit pula yang tersandung masalah korupsi. Di bidang yudikatif pun tak luput dari hadirnya alumni HMI yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Bobroknya institusi peradilan, merupakan salah satu indikatornya.
Namun, di samping “menyumbang kader” korup, tak sedikit pula alumnus HMI yang merupakan “macan” dalam pembrantasan korupsi dan penegakan hukum. Abdullah Hehamahua, Abraham Samad, Busyro Muqaddas, Chandra Hamzah, Mahfud MD, dan lain-lain, mereka adalah sosok yang terkenal garang terhadap koruptor. Di samping memang jabatan mereka, juga karena mereka memang mempunyai idealisme dan komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
Namun dari itu semua, HMI tidak bisa mengklaim bahwa alumni-alumni itu menjadi “macan” karena HMI. Demikian pula sebaliknya, siapapun tidak bisa mencap bahwa para alumni HMI yang korup disebabkan oleh HMI.
Kontrol Moral
Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh HMI sebagai sebuah organisasi, adalah dengan merumuskan berbagai langkah-langkah konkrit-aplikatif dalam upaya pembrantasan korupsi. Lalu konsep tersebut diperjuangkan agar bisa terealisasi menjadi sistem yang berlaku di negeri kita. Kita “paksa” para alumni-alumni HMI yang duduk di lembaga Negara untuk bersatu mengusung ide-ide keumatan dari HMI.
Sanksi moral bisa HMI berikan kepada alumni HMI yang sudah melakukan tindak kejahatan terhadap Negara dan umat. Sanksi berupa, misalnya, dengan mencoret nama alumni tersebut dari daftar alumni, atau menyatakan bahwa alumni tersebut dinyatakan sebagai bukan alumni HMI, dan diumumkan kepada khalayak ramai melalui media massa.
Sanksi ini, selain bisa memberikan efek malu, juga bisa menunjukkan independensi HMI yang turut mengutuk tidak kriminal yang dilakukan oleh siapun, termasuk alumninya sendiri. Wallaahuaa’lam bi al-shawab.
*Ketua Komisi Hukum dan HAM PB HMI (MPO) 2009-2011
Related Posts:
- Agus S Sitompul: Saya Tidak Mengakui HMI MPO
- HMI Dahulu dan Kini
- HMI Yang Saya Tahu
- Akbar Tanjung: Anak Muda Jangan Meminta Menjadi Pemimpin
- Pidato Ayatullah Khamenei: Palestina Harus Direbut…
- Cara Penulisan Angka Romawi 1 sampai 10 Yang Benar
- 20 Pilihan Hotel Murah di Puncak 2023 dengan…
- Kemandirian Bangsa untuk Kesejahteraan Rakyat