Pidato Ayatullah Khamenei: Palestina Harus Direbut dari Israel

emimpin Spiritual Iran, Ayatullah Sayyed Ali Khamenei mendukung kemerdekaan mutlak wilayah Palestina, tanpa harus dibagi dua dengan Israel. Israel adalah negara illegal, Imam menyerukan pengusiran kedutaan besar Israel dari negara-negara yang mendukung penegakkan HAM. Berikut ini adalah pidato Imam Khamenei dalam Konferensi Internasional Palestina, Tehran, 1-2 Oktober 2011.

===========================================================

Dengan menyebut Nama Allah, yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Assalamu’alaikum warahmatullah.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dan sholawat serta salam kepada junjungan kita, Nabu Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat yang dipilih, serta atas mereka-mereka yang mengikuti ajarannya sampai hari kiamat.
Allah, Yang Maha Bijaksana, berfirman:

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ‘Tuhan kami hanyalah Allah’. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. [Q.S. Surat Al-Hajj ayat 39-40]

Pertama, saya ingin menyampaikan rasa hormat saya kepada yang mulia para tamu dan hadirin semua. Di antara semua isu yang patut dibahas oleh tokoh agama dan politik dari seluruh dunia Islam saat ini adalah masalah Palestina. Palestina adalah masalah utama, di antara semua isu-isu umum dari negara-negara Islam, sebab masalah ini memiliki karakteristik yang unik.
Karakteristik pertama, bahwa pemerintahan negara Muslim tersebut telah diambil dari penduduk aslinya dan pengelolaannya dipercayakan kepada orang asing yang datang dari berbagai negara lalu membentuk suatu masyarakat palsu, masyarakat yang seperti mosaik.
Karakteristik kedua adalah bahwa yang terjadi di Palestina adalah peristiwa historis yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang disertai dengan pembunuhan konstan, kejahatan, penindasan dan penghinaan.
Karakteristik ketiga adalah bahwa negara, di mana terdapat kiblat pertama bagi umat Muslim (Baitul Maqdis) serta banyak lokasi pusat-pusat keagamaan lainnya, saat ini diancam oleh kehancuran dan dekadensi.

Karakteristik keempat adalah bahwa pada titik paling sensitif bagi dunia Islam ini, sebuah pemerintahan palsu telah berdiri dengan disertai oleh suatu kekuatan militer, keamanan dan politik yang memerintah secara arogan. Poros Barat kolonialis (yang selalu menentang perkembangan dan kesatuan umat Islam) selalu menggunakannya pemerintahan palsu tersebut sebagaimana seperti sebuah belati yang menikam di jantung umat Islam.

Karakteristik kelima adalah bahwa Zionisme -yang tiada lain merupakan ancaman terbesar terhadap etika, politik dan ekonomi bagi komunitas ummat manusia- telah menggunakan pijakan ini sebagai alat dan batu loncatan untuk menyebarkan pengaruh dan hegemoninya di dunia.

Adapun hal lain yang dapat kami ditambahkan adalah, betapa saat ini teramat besar ongkos finansial serta kemanusiaan telah dibayarkan oleh negara-negara Islam atas kooptasi terhadap pemerintah Muslim beserta orang-orangnya. Penderitaan jutaan pengungsi Palestina yang masih tinggal di kamp-kamp pengungsi yang juga telah berlangsung selama enam dekade, adalah catatan getir yang terjadi atas sebuah peradaban penting di dunia Islam.

Namun demikian, belakangan ini suatu hal penting telah terjadi, gelombang Kebangkitan Islam melanda seluruh wilayah telah membuka sebuah babak baru dan menentukan dalam sejarah umat Islam. Gerakan besar-besaran (yang tidak diragukan lagi dapat menyebabkan aliansi yang Islam kuat dan tentu saja hal ini bisa mengakhiri era keterbelakangan, kelemahan dan inferioritas negara-negara Muslim) telah memberikan poin penting pada penguatan isu-isu Palestina.

Meningkatnya penindasan dan kekerasan rezim Zionis, merebaknya penguasa otokratis yang korup pada satu sisi, serta perlawanan rakyat Palestina dan Lebanon dalam perang 33 hari di Libanon dan di hari 22 di Gaza, pada sisi lain, adalah fakta bahwa rezim Zionis yang bersenjata lengkap dan mengklaim tak terkalahkan itu, justru telah mengalami kekalahan yang memalukan di Libanon. Mereka kalah dalam sebuah perang yang tidak seimbang melawan para mujahid setia dan pemberani. Kekalahan tersebut semakin memalukan disusul oleh kegagalan mereka menghadapi perlawanan masyarakat Palestina di jalur Gaza.

Perhatian serius musti diberikan pada kondisi terkini demi untuk menganalisis kelayakan dalam melakukan evaluasi serta mengambil keputusan. Adalah suatu hal yang tepat untuk dikatakan bahwa isu Palestina semakin mendapatkan perhatian dari dunia Islam seiring dengan meningkatknya perhatian terhadap situasi dunia Islam pada umumnya.

Oleh karena itu, perkenankan di sini saya untuk melihat masa lalu dan sekarang sebagai wahana untuk memotret peta jalan untuk masa depan.

Lebih dari enam dekade telah berlalu, sejak pendudukan atas bangsa Palestina. Penyebab utama dari semua tragedi berdarah tersebut tiada lain adalah peran kolonialis Inggris di masa lampau. Inggris bersama negara-negara Barat dan beberapa negara Timur lainnya mengirimkan tentara, senjata dan militer, serta didukung oleh kekuatan ekonomi dan budaya untuk mendukung penindasan di Palestina. Dampaknya, kekejaman tak terperikan dari para penjajah tersebut, orang-orang Palestina yang tak berdaya dibantai dan dipaksa keluar dari kampung halamannya sendiri. Sampai saat ini, satu persenpun, tragedi kemanusiaan tersebut belum pernah tergambarkan oleh media secara utuh dan benar. Para pemilik media visual dan film Barat tak pernah bersedia mengungkapkan pembantaian dan tragedi kemanusiaan tersebut secara utuh. Hasilnya, pembantaian dan pembunuhan terjadi secara diam-diam di seluruh negeri.

Pada mulanya, resistensi dan perlawanan muncul baik dari dalam maupun luar Palestina. Di luar Palestina, terutama dari Mesir, para pejuang dengan motif Islam melakukan upaya-upaya perlawanan. Meskipun tidak cukup mendapatkan dukungan sehingga kurang memberikan efek secara siginifikan; namun pada perkembangannya, perlawanan tersebut meluas dan menyebabkan perang antara beberapa negara Arab melawan tentara Zionis. Mesir, Suriah dan Yordania melakukan mobilisasi kekuatan militer mereka. Sayannya dukungan militer dan finansial besar-besaran dari Amerika, Inggris dan Perancis terhadap rezim Zionis membuat para tentara Arab kewalahan. Mereka gagal membantu bangsa Palestina. Bukan hanya itu, mereka bahkan juga harus kehilangan beberapa bagian strategis wilayahnya akibat perang tersebut.

Pasca kekalahan perlawanan negara Arab, perlawanan secara terorganisir dari dalam Palestina secara bertahap mulai muncul dalam bentuk kelompok-kelompok bersenjata yang kemudian membentuk suatu organisasi bernama Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Terbentuknya PLO tentunya menjadi suatu harapan tersendiri bagi Palestina, tetapi sayangnya hal itu tidak berlangsung lama. Beberapa faktor telah menyebabkan kegagalan perlawanan oleh PLO. Satu hal yang menjadi faktor penting kegagalan mereka adalah keterpisahan mereka dari rakyat Palestina sendiri, serta jauhnya mereka dari keyakinan Islam dan iman. Ideologi kiri dan sentimen nasionalistis menjadi masalah yang rumit dan sulit dipahami oleh bangsa Palestina. Padahal sesungguhnya Islam, jihad dan syahid-lah faktor yang bisa mendorong seluruh bangsa untuk melangkah bersama melakukan perlawanan dan mengubahnya menjadi kekuatan tak terkalahkan. Mereka tidak memahami hal ini dengan benar.

Beberapa bulan pertama pasca Revolusi Islam Iran, sewaktu beberapa pemimpin PLO mengunjungi Teheran, saya pernah bertanya terhadap pemimpin PLO, mengapa mereka tidak mengangkat bendera Islam dalam pertempuran mereka. Jawabannya adalah bahwa ada sejumlah orang Kristen di antara mereka yang juga turut bergabung dalam perlawanan. Alasannya tersebut menurut saya kurang benar. Saya percaya bahwa seorang Kristen yang berjuang bersama kelompok mujahid yang tanpa pamrih (yang berjuang karena keyakinannya pada Tuhan, hari akhir dan bimbingan Tuhan) akan lebih termotivasi untuk melawan dan berjuang bersama-sama, dari pada bersama sekelompok orang yang kurang ber-iman yang hanya mengandalkan sentimen yang tidak stabil dan tanpa dukungan dari rakyat.

Kurangnya kekuatan iman dan pemisahan dari rakyat ini, secara bertahap membuat mereka teralienasi dan tidak efektif. Memang benar ada orang-orang terhormat, termotivasi dan pemberani di dalam organisasi perlawanan tersebut, akan tetapi organisasinya bergerak ke arah yang berbeda. Penyimpangan ini tentu saja telah menjadi pukulan berat bagi masalah Palestina. Sebagaimana pemerintahan negara-negara Arab juga kini telah kembali pada resistensi total sebagai cara satu-satunya menyelamatkan Palestina, mereka tidak hanya memberikan fokus hanya pada Palestina, tetapi juga fokus pada diri mereka sendiri. Sebagaiman penyair Arab Kristen mengatakan:

لئن اضعتم فلسطينا فعيشكم طول الحياة مضاضات وآلام

Setelah tiga puluh dua tahun dalam penderitaan, tapi tiba-tiba kekuatan Tuhan mengubah konstelasi. Kemenangan Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979 benar-benar mengubah kondisi dan mulai membuka lembaran baru. Di antara efek global menakjubkan dari Revolusi ini adalah memberikan pukulan kuat terhadap kebijakan arogan pemerintah Zionis. Pernyataan-pernyataan para pemimpin rezim menarik untuk dibaca karena menunjukkan bagaimana mereka sesungguhnya berada dalam situasi kecemasan.

Selama beberapa minggu pertama setelah kemenangan Revolusi, kedutaan Israel di Teheran ditutup dan stafnya diusir. Kemudian pembukaan kantor kedutaan resmi diberikan kepada Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Imam yang murah hati mengumumkan bahwa salah satu tujuan Revolusi adalah untuk membebaskan bangsa Palestina dan untuk menghilangkan tumor kankernya, yaitu Israel. Gelombang kuat dari Revolusi melanda seluruh dunia pada waktu itu, dan menyampaikan pesan berikut ini: “Palestina harus dibebaskan”.

Oleh musuh-musuh Revolusi, masalah-masalah besar kemudian dialamatkan kepada Republik Islam Iran. Namun demikian hal tersebut gagal untuk mencegah Iran membela Palestina. Salah satu contoh dari masalah yang mereka ciptakan adalah perang delapan tahun yang dilancarkan oleh Saddam Hussein (Irak) terhadap Iran. Perang tersebut didukung oleh Amerika dan Inggris serta beberapa pemerintah Arab reaksioner.

Kini, darah-darah baru telah terpompakan ke seluruh pembuluh darah Palestina. Kelompok-kelompok mujahid Islam mulai bermunculan di Palestina. Perlawanan Lebanon telah membentuk sebuah front baru yang kuat melawan musuh dan para pendukungnya. Daripada mengandalkan negara-negara Arab dan mencari bantuan dari organisasi global seperti PBB (yang kaki tiada lain adalah tangan kekuatan-kekuatan arogan), saat ini bangsa Palestina mulai berdiri di atas kakinya, percaya pada pemudanya, pada keimanan yang mendalam terhadap Islam, serta pada kaum laki-laki dan perempuannya yang berjuang tanpa pamrih. Hal ini Ini adalah kunci untuk semua pencapaian gemilang Palestina di masa depan.

Selama tiga dekade terakhir proses ini berjalan. Kekalahan memalukan rezim Zionis di Lebanon pada tahun 2006 dan kegagalan memalukan tentara Zionis di Gaza pada tahun 2008 adalah sebuah pencapaiaan berarti. Saat ini Rezim Zionis sudah hengkang dari Lebanon Selatan dan menarik diri dari Gaza. Pembentukan pemerintah perlawanan di Gaza dalam waktu yang sangat singkat telah mengubah bangsa Palestina yang putus asa menjadi bangsa yang penuh harapan, kuat dan percaya diri.

Gambaran umum di atas akan menjadi semakin memperjelas (posisi perlawanan kita) ketika kita melihat berbagai upaya kompromi oleh mereka -yang tujuannya tiada lain adalah untuk memecah perlawanan serta menjadikan Palestina dan Arab mengakui legitimasi Israel. Dimulai dengan Persetujuan Camp David oleh Mesir di bawah Gamal Abdel Nasser, untuk pertama kalinya Arab secara resmi mengakui bahwa tanah Palestina milik rezim Zionis. Sejak saat itu hingga Kesepakatan Oslo pada tahun 1993 dan diiringi komprromi kelompok-kelompok di Palestina atas intervensi Amerika dan Eropa – musuh mencoba mencegah bangsa Palestina dan kelompok-kelompok Palestina melalui penggunaan janji-janji kosong dan menipu dan membuat mereka sibuk dengan permainan politik amatir. Tujuan dari rencana ini adalah untuk menciptakan keraguan di antara rakyat Palestina, memunculkan orang-orang materialistik yang serakah dan dan akhirnya melumpuhkan resistensi Islam.

Sejauh ini, semangat perlawanan antara kelompok Islam Palestina dan orang-orang Palestina telah menjadi penangkal untuk semua permainan berbahaya tersebut. Mereka berdiri melawan musuh dengan izin Allah dan seperti yang dijanjikan oleh Allah, mereka diuntungkan dari bantuan ilahi:

“Dan yakinlah, Allah akan membantu siapa-siapa yang membantu tujuan-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa..” [Al-Qur’an, Sura al-Hajj, ayat 40]

Ingat, kemenangan di Gaza, disamping oleh perlawanan, juga adalah sebuah pertolongan Ilahi. Runtuhnya pemerintahan korup rezim Hosni Mubarak adalah juga bentuk pertolongan ilahi. Munculnya gelombang kuat Kebangkitan Islam di wilayah ini adalah pertolongan ilahi. Penghapusan topeng kemunafikan Amerika, Inggris dan Perancis serta kebencian semakin meningkat dari negara-negara internasional terhadap negara-negara ini adalah pertolongan ilahi. Masalah internal yang berulang-ulang terjadi di dalam rezim Zionis -mulai dari masalah politik, ekonomi dan sosial – serta isolasi dunia dan kebencian masyarakat dan bahkan akademik terhadap Zionis di Eropa – adalah juga contoh pertolongan ilahi.

Hari ini rezim Zionis lebih lemah, lebih dibenci dan lebih terisolasi lagi dibandingkan sebelumnya. Sementara penyokong utamanya, Amerika, saat ini dalam kondisi kewalahan dan kebingungan. Hari ini, sejarah Palestina masa 60 tahun terakhir terhampar di depan mata kita. Sejarah tersebut diperlukan untuk menggambarkan hamparan masa depan, tentu dengan membail hikmah dan pembelajaran dari sejarah masa lalu tersebut.

Namun demikian, ada dua hal yang perlu diklarifikasi terlebih dahulu. Yang pertama adalah bahwa tuntutan kita adalah pembebasan Palestina, bukan pembebasan sebagian dari Palestina. Rencana untuk membagi Palestina menjadi dua negara (Israel dan Palestina) benar-benar tidak dapat diterima. Proposal dua negara sebagaimana yang sudah gambarkan dalam baju “mengakui pemerintah Palestina sebagai anggota PBB”, tidak lain adalah bentuk menyerah pada tuntutan Zionis – yaitu, “mengakui pemerintah Zionis di tanah Palestina”. Hal ini berarti menginjak-injak hak-hak bangsa Palestina, mengabaikan hak historis dari pengungsi Palestina dan bahkan membahayakan hak orang Palestina pemilik sah “tanah 1948″. Gagasan tersebut sama saja dengan meninggalkan tumor kanker dan meletakkan umat Islam – khususnya yang berada disekitarnya – berada dalam suatu bahaya konstan. Hal tersebut sama saja dengan membawa kembali ke masa panjang penderitaan dan pertummpahan darah para martir.

Setiap solusi mustinya didasarkan pada prinsip “Palestina untuk semua orang Palestina”. Palestina adalah tanah yang luas “dari sungai ke laut”, tidak satu incipun boleh berkurang. Perlu dicatat, bahwa siapapun pemerintah yang terpilih, rakyat Palestina-lah yang akan mengelola tanah Palestina, sebagaimana seperti yang mereka lakukan di Gaza.

Hal kedua adalah bahwa untuk mencapai tujuan yang mulia ini, yang diperlukan adalah tindakan, bukan kata-kata. Kita musti bekerja serius, bukan hanya sekedar seremonial belaka. Kita harus memiliki kesabaran dan memiliki kebijaksanaan, tidak tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sabar. Hal ini sangat diperlukan menyusun suatu gerakan ke depan yang lebih tertata dan melangkah maju demi menggapai tekad, dengan dukungan dan inayah dari Allah SWT.

Negara-negara Islam, negara-negara pada umumnya, serta kelompok-kelompok perlawanan di Palestina, Libanon dan negara-negara lainnya saling mengidentifikasi kemungkinan kerja sama dalam perjuangan umum dalam melakukan perlawanan.
Solusi yang diajukan Republik Islam Iran terhadap masalah Palestina serta ini luka lamanya adalah sebuah proposal yang jelas dan logis, yang didasarkan pada kebijaksanaan politik dan telah diterima oleh publik serta telah disajikan secara rinci sebelumnya. Kami tidak mengusulkan perang klasik dengan tentara, kami juga tidak mengusulkan melemparkan para imigran Yahudi ke laut atau intervensi PBB dan organisasi internasional lainnya. Kami mengusulkan referendum di kalangan rakyat Palestina. Sama seperti bangsa-bangsa lain, bangsa Palestina juga memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan memilih pemerintahannya sendiri. Semua orang asli Palestina – termasuk Muslim, Kristen dan Yahudi, dan bukan imigran asing – harus mengambil bagian dalam referendum umum yang tertib dalam menentukan masa depan pemerintahan Palestina, apakah mereka tinggal akan di dalam Palestina atau di kamp atau di tempat lain. Pemerintah yang dibentuk pasca referendum akan menentukan nasib para imigran non-Palestina yang bermigrasi ke Palestina di masa lalu.

Ini merupakan sebuah proposal yang adil dan logis, yang dapat dipahami oleh publik dan dapat didukung oleh bangsa-bangsa independen dan pemerintahannya.
Tentu saja kami tidak membayanagkan rezim Zionis menerima proposal ini; dan oleh sebab itu peranan pemerintah, bangsa-bangsa, dan organisasi-organisasi perlawanan menjadi signifikan. Pilar paling penting dalam mendukung bangsa Palestina adalah dengan berhenti mendukung musuh merampas hak-hak kita, dan ini adalah tugas besar pemerintahan Islam.

Jika masyarakat telah turun ke jalan dan meneriakkan slogan-slogan anti rezim Zionis secara terbuka dan masif, lalu atas dasar logis apa lagi pemerintahan negara-negara Muslim masih melanjutkan hubungan dengan rezim perampas, Zionis? Bukti kejujuran dan keseriusan pemerintah negara-negara muslim terletak pada dukungan kongkret mereka bagi bangsa Palestina melalui pemutusan hubungan politik dan ekonomi dengan rezim Zionis. Sebuah pemerintahan yang masih membuka kantor kedutaan atau konsulat ekonomi untuk negara Zionis Israel tidak bisa mengklaim diri mereka sebagai pembela bangsa Palestina. Slogan dan teriakan anti-zionis mereka tidak bisa dikatakan sebagai sebuah keseriusan selama mereka masih mengizinkan Israel membuka kedutaan di negaranya.

Hari ini, orgaisasi-organisasi perlawanan Islam, yang telah memikul beban berat jihad selama beberapa tahun terakhir, dihadapkan pada tanggung jawab besar yang sama. Resistensi secara terorganisir melalui langkah aktif bersama akan membantu bangsa Palestina bergerak menuju tujuan akhir mereka. Resistensi aktif dari para pemberani, yang rumah dan negara mereka telah diduduki imperialis saat ini, telah diakui dan dupuji oleh dunia internasional. sementara itu, tuduhan terorisme oleh jaringan politik dan media berafiliasi dengan Zionisme adalah klaim kosong dan tidak berharga. Teroris yang sesunggunya adalah rezim Zionis dan para pendukung dari Barat. Perlawanan Palestina adalah gerakan melawan teroris penindas, dan itu adalah gerakan humanis dan suci.

Sementara itu, saat ini adalah waktu yang tepat bagi negara-negara Barat untuk mengevaluasi situasi dari perspektif realistis. Barat hari ini berada dalam persimpangan, apakah menghentikan penindasan dan mengakui hak-hak bangsa Palestina merdeka serta menolak mengikuti rencana-rencana penjajah Zionis, ataukah mereka harus menunggu satu pukulan kuat dalam waktu yang tidak begitu lama lagi. Sebab pukulan-pukulan tersebut tidak akan berhenti sampai runtuhnya pemerintahan-pemerintahan boneka mereka di daerah Islam. Suatu hari, orang-orang Eropa dan Amerika akan menyadari bahwa secara ekonomi, sosial dan etika sesungguhnya berada dalam kungkungan gurita hegemoni Zionisme internasional yang mencengkeram pemerintah mereka. Dan bahwa pemimpin negara mereka sudah menyerah dan tunduk pada dikte dari pada perusahaan milik kaum Zinois. Mereka akan menyadari bahwa mereka telah menciptakan neraka bagi mereka sendiri, di mana tidak ada lagi keselamatan buatnya.

Presiden AS mengatakan bahwa keamanan Israel berada diatas garis merah. Sesunggunya, faktor-faktor apa yang dijadikan dasar untuk menetapkan garis merah ini? Apakah untuk kepentingan Amerika, atau untuk kepentingan pribadi Obama dalam rangka mengumpulkan uang dan dukungan dari perusahaan-perusahaan Zionis untuk memastikan masa jabatan keduanya sebagai Presiden AS? Berapa lama lagi Anda pikir dapat menipu bangsa sendiri? Apa yang akan orang-orang Amerika lakukan jika mereka menyadari bahwa Anda telah menyerah pada kehinaan dan ketaatan kepada si kaya Zionis demi tetap melanggengkan kekuasaan dalam beberapa hari lagi? Apa yang akan mereka lakukan dengan Anda ketika mereka menyadari bahwa Anda telah mengorbankan kepentingan bangsa yang besar di bawah kaki kaum Zionis?

Saudara dan saudari sekalian, ketahuilah bahwa garis merah yang ditarik oleh Obama dan orang-orangnya, sepertinya akan dilintasi oleh negara-negara Muslim yang telah bangkit. Yang mengancam rezim Zionis bukanlah rudal dari Iran atau kelompok-kelompok perlawanan lainnya. Ancaman nyata dan tak terelakkan adalah justru dari para laki-laki, perempuan dan pemuda di negara-negara Islam yang tidak ingin lagi Amerika, Eropa dan penguasa boneka mereka, mendominasi, mempermalukan bangsa mereka lagi. Tentu, mereka juga akan tetap menggunakan rudal mereka jika mereka harus menghadapi musuh yang ancaman.

“Oleh karena itu, bersabarlah Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan. Janganlah orang-orang yang tidak memiliki kepastian membuat Anda tidak sabar.” [The Holy Quran, Sura ar-kamar, Ayah 60]
Wassalaam’alaikum warahmatullah

Ayatullah Sayyed Ali Khamenei