Delegitimasi Fastabiqul Khairat Dalam Dialektika Kehidupan

Fastabiqul Khairat

Bagikan:

Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya menjalankan dan mengerjakan apa yang menjadi perintah Allah SWT, dan menjauhi bahkan meninggalkan setiap apa yang dilalarang oleh-Nya, kemudian pada gilirannya dapat dikatakan bahwa orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT secara utuh. Mengerjakan kebaikan dalam hal apapun, termasuk bagian dari perintah Tuhan kepada semua umat manusia yang bermukim di bumi ini, tak terkecuali perintah atau ajakan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, selama rujukan dalam berbuat baik itu berangkat dari Al-quran dan Sunnah sah saja untuk dilakukan.

Berbuat kebaikan tentunya tidak tebatas oleh dimensi ruang dan waktu, selama niat itu memang benar-benar murni untuk berbuat kebaikan, maka wajib dilakukan secara total dan menyeluruh. Al-quran Surat Al-baqarah ayat 148 menjelaskan yang artinya, “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”. Penggalan ayat itu merupakan satu perintah untuk selalu berbuat baik dimana, kapan, dan dalam kondisi apapun, tanpa memandang suku, ras, golongan bahkan agama sekalipun, karena kesemuanya adalah bentuk dari manifestasi Islam yang Rahmatan Lil Alamin.

Kebaikan yang kita lakukan dan kita perbuat sejatinya selalu berlaku bahkan menyejarah di tempat kita berbuat kebaikan tersebut, tanpa bertanya dimana dan dari mana titik tolak kebaikan tersebut, yang pada intinya datang dari Allah SWT. Perbuatan baik selalu direpresentasikan oleh orang baik pula, dan seharusnya orang baik tidak pernah memperlihatkan kebaikannya berangkat dari alibi dan alasan apapun. Perbuatan baik tentunya selalu berangkat dari motif dan tujuan tersendiri, motif yang paling paripurna adalah berbuat baik hanya karena semata-mata untuk mendapatkan rida dari sesuatu yang Maha, kemuadian motif yang paling hina rasanya berbuat baik atas dasar dorongan dari pihak-pihak tertentu yang mendorong seseorang untuk berbuat baik. Contoh: pamer, ingin dipuji, pencitraan, mencari keuntungan dan lain sebagainya, pada akhirnya nilai-nilai kebaikan itu menjadi batal dengan sendirinya.

Rasa kesadaran menjadi hal paling mendasar dalan melakukan perbuatan baik, sehingga kebaikan tersebut bermanfaat dalam semua sendi kehidupan, terutama sekali dalam aspek-aspek sosial. Aspek sosial adalah ruang yang menjadi hal paling utama dalam mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan, perbuatan baik di ranah social akan dibalas dengan perbuatan baik pula, simbiosis mutualisme berlaku dalam kasus ini.

Bagaimana kemudian jika ada sebagian orang, kelompok, atau golongan yang dirasa tidak suka dengan perbuatan baik kita, tidak menyetujui perbuatan baik kita, bahkan nilai-nilai kebaikan yang kita tanamkan dicap bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan itu sendiri. Bukankah nada baik bernilai relatif dalam konsepsi kehidupan, dan bukankah baik atau tidak hanya Allah yang memiliki hak prerogatif untuk menilainya, kita harus memahami kata “baik” itu sendiri secara mendalam dan utuh. Sangat jelas dan nyata tentunya, jika kita memiliki rasa bernada tidak setuju bahkan tidak suka terhadap orang, kelompok atau golongan yang hendak berbuat baik, bahkan melarang, maka berarti kita yang tidak mengindahkan apa yang tuhan telah anjurkan melalui firma-Nya tentang kewajiban berbuat baik.

Pada akhirnya, berbuat baik adalah bagian dari perintah Tuhan terhadap semua makhluk. Tidak menyetujui, tidak menyukai, bahkan membatasi makhluk untuk berbuat baik adalah tindakan yang nyata bertentangan dengan ayat-ayat Tuhan, dan sudah pasti bertentangan dengan Tuhan itu sendiri. Sudah seharusnya langkah kita dalam menjalani kehidupan berbuah kebaikan bagi sekeliling kita, semoga nilai-nilai kebaikan selalu kita tanamkan dalam semua sendi dan aspek kehidupan tanpa memandang dari sisi suku, ras, kelompok, dan agama sekalipun, sehingga Tuhan mau memberi kebaikan kepada kita.Wallahhualam.

Penulis: Yogi Prasetio, Kader HMI MPO Cabang Bogor