Transformasi Sosial melalui Puasa dan Zakat

Bagikan:

Puasa dan Zakat: Dua Ibadah yang Menjadi Katalisator Kesejahteraan Sosial

Puasa dan zakat merupakan dua ibadah wajib yang menjadi satu kesatuan dalam ajaran agama Islam. Tidak ada yang lebih sempurna antara keduanya karena keduanya memiliki hubungan yang erat dan saling melengkapi. Jika dilaksanakan dengan baik, puasa dan zakat dapat membantu seseorang menjadi saleh secara individual dan sosial, bahkan dapat menumbuhkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183, tujuan puasa adalah untuk mencetak manusia yang bertakwa atau muttaqien. Muttaqien dalam ibadah puasa adalah orang-orang yang konsisten dan patuh dalam menjalankan segala perintah Allah SWT serta menjauhi segala larangannya. Mereka mampu membangun interaksi dan komunikasi vertikal dengan Allah SWT serta horisontal dengan sesama manusia secara seimbang. Karakteristik muttaqien yang dijelaskan dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 133-136 diantaranya adalah gemar menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah, menahan amarah manakala menemukan atau menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan, memberi maaf kepada orang yang memintanya, mengerjakan kebaikan bagi kemaslahan orang lain, dan selalu memohon ampun atas kesalahan dan dosa.

Sementara itu, zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki fungsi sosial dan ekonomi yang sangat penting. Zakat harus ditunaikan oleh setiap muslim dan muslimah yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat mempunyai sejumlah fungsi, diantaranya adalah membersihkan diri dari sifat-sifat bakhil, kikir, pelit, dan tidak memperdulikan sesama, menjadi wujud edukasi untuk membiayai pendidikan anak-anak yang sedang sekolah atau kuliah, memberikan pertolongan bagi kaum lemah ataupun bantuan modal usaha bagi yang bergerak di bidang ekonomi atau usaha, membantu keuangan negara yang mengalami ketidakmampuan dalam mengembangkan usaha-usaha produktif, potensi pajak, ataupun mengelola sumber daya alam yang melimpah.

Dalam tata kelola negara yang baik, zakat dapat membantu mengatasi kesenjangan sosial dan mempercepat penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan hasil kajian Baznas, potensi zakat skala Indonesia mencapai Rp 5,8 triliun, dan potensi zakat penghasilan tertinggi ditempati oleh zakat penghasilan pegawai BUMN sebesar Rp 2,57 triliun. Adapun mustahiq zakat adalah Fakir, Miskin, Amil Zakat, Mualaf (orang baru memeluk agama Islam), Riqab (budak), Gharim (orang yang berutang untuk kebaikan), dan Sabilillah (sedang berjuang di jalan Allah).

Namun, ironisnya, terdapat konsentrasi aset nasional pada sebagian kecil kelompok terkaya di Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan negara tertimpang keempat di dunia, di bawah Rusia, India, dan Thailand. Sebab satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional, jika naik menjadi 10 persen keluarga maka ini menguasai 70 persen. Artinya, sisanya 90 persen penduduk memperebutkan 30 persen sisanya. Hal ini menjadi problem aktual bagi bangsa Indonesia yang kompleks, dan meminta pemikiran yang mendalam dan tindakan yang konkret dari seluruh elemen masyarakat, khususnya umat Islam yang sering melakukan puasa dan member