Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih berada dalam fase konsolidasi pada pekan ini. Pada perdagangan Jumat (26/5/2023), IHSG kembali ditutup di zona merah dengan melemah sebesar 17,23 poin (0,26%) ke level 6.687 dengan nilai transaksi mencapai Rp 7,65 triliun.
Hans Kwee, Direktur Ekuator Swarna Capital, mengatakan bahwa pelemahan IHSG disebabkan oleh ketidakpastian utang Amerika Serikat (AS) yang semakin mendekati batas waktu, yaitu pada 1 Juni mendatang. Selain itu, The Fed juga akan menunda kelanjutan kenaikan tingkat suku bunga, sehingga memberikan sentimen negatif bagi pasar.
“Pasar saat ini dalam kondisi khawatir. Setelah ada kepastian utang AS dan The Fed, kami prediksi IHSG akan rebound,” ucap Hans kepada Investor Daily pada Jumat (26/5/2023).
Pelemahan IHSG kemarin juga dipengaruhi oleh penurunan saham sektor teknologi sebesar 2,22%, sektor energi 1,34%, sektor industri 0,39%, dan sektor keuangan 0,32%. Namun, sektor material mengalami penguatan sebesar 0,23%, sektor konsumer non-primer 0,30%, dan sektor konsumer primer 0,21%.
Menurut Reza Priyambada, analis Senior CSA Research Institute, pelemahan IHSG akhir-akhir ini diakibatkan oleh belum selesainya permasalahan ekonomi makro yang menimpa AS. AS diduga terlibat dalam pusaran konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina, belum lagi persoalan pagu utangnya yang masih belum jelas apakah akan menambah utang atau tidak.
Di sisi lain, pelaku pasar juga masih mencermati apakah The Fed akan kembali menaikkan tingkat suku bunga atau tidak. Padahal, dampaknya akan membuat jumlah peredaran uang sedikit yang akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sementara dari dalam negeri, Reza mengatakan bahwa rilis Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga juga tidak terlalu memberikan dampak positif terhadap pasar. Pasalnya, para pelaku pasar sudah mengantisipasinya bahwa BI tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, mengingat penyaluran kredit tengah berada dalam tren positif.
“Kondisi-kondisi inilah yang membuat pelaku pasar cenderung menahan diri untuk banyak melakukan transaksi. Itu yang akhirnya membuat pergerakan IHSG cenderung turun,” ungkap Reza.
Namun, Reza menyebut bahwa kondisi-kondisi tersebut sulit dibaca oleh para pelaku pasar. Sebab, mereka terus mencermati sentimen yang berkembang sambil terus mengamati penyelesaiannya.
“Jadi, di tengah kondisi ketidakpastian, pilihan pelaku pasar adalah menahan diri. Kemudian mereka mencari momentum kapan bisa masuk ke market. Semisal berita positif dari aksi korporasi emiten seperti pembagian dividen. Itu yang akan mendorong pelaku pasar bertransaksi kembali ke market. Namun sentimen ini hanya bersifat short term,” tandas Reza.